Aturan denda sebesar Rp24 juta atau pidana penjara selama satu tahun, untuk kendaraan bermotor yang dimodifikasi, rupanya memicu reaksi keras dari para pecinta modifikasi, tak terkecuali para penjual motor gede (moge).
Aturan yang tertuang pada Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Jalan Raya itu dianggap bertentangan dengan sikap pemerintah soal detil modifikasi yang dimaksud.
Menurut Ossy Lontoh, pemilik salah satu diler moge di daerah Jakarta Selatan, aturan ini membingungkan. Sejauh ini, pihak Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya tidak menjabarkan secara terperinci, modifikasi apa saja yang dilarang.
"Jika modifikasi yang dimaksud harus standar pabrikan, banyak moge justru diubah agar sesuai kemauan pemerintah. Misalnya, dudukan pelat nomor, di luar negeri itu tidak ada. Namun, pemerintah saat uji layak, meminta untuk diubah, ini kan sudah masuk kategori modifikasi," kata Ossy saat ditemui VIVA.co.id di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan, Selasa, 15 Desember 2015.
Menurutnya, Harley-Davidson pernah meminta kepada pihak Kepolisian agar menerbitkan pelat nomor stiker resmi, agar mereka tidak perlu mengubah desain yang sudah dirancang oleh pabrikan. Namun, hal tersebut tidak dikabulkan.
"Jika yang dimaksud juga berkutat pada knalpot, ini aneh juga. Sebab, ada knalpotaftermarket yang memang sudah dibuat sedemikian rupa dan diperuntukan di jalan raya. Bahkan, knalpot-knalpot itu sudah mendapatkan atau lolos sertifikasi dari luar. Ini membingungkan," katanya menambahkan.
Kendati demikian, ia setuju dengan semangat yang digelorakan Kepolisian untuk menindak modifikasi yang ekstrem, seperti potong sasis, ubah lengan ayun, atau motor kecil yang dipaksakan pakai limbah moge, karena berkaitan dengan keselamatan.
Ia berharap, cibiran mengenai aturan ini, yang dianggap banyak pihak sebagai akal-akalan polisi mencari uang tambahan di jalan, tak terjadi. "Sebaiknya disosialisasikan lagi, lebih detil. Sehingga masyarakat tak bertanya-tanya. Dan kami berharap, kalau elemen modifikasi yang sudah mengantongi sertifikasi keamanan tidak diperkarakan. Masa di luar (negeri) lolos, di sini jadi tidak lolos (bermasalah)," ujarnya.
Dalam akun resminya, Mabes Polri menyatakan, aturan itu sesuai dengan Pasal 277 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
"Ini berlaku bagi pecinta otomotif yang hobi oprek mesin atau modifikasi kendaraan, mulai dari warna, konstruksi bodi atau rangka dan lain-lain," tulis Divisi Humas Mabes Polri.
Aturan itu dikatakan bertujuan agar STNK yang dipegang pemilik sesuai dengan fisik kendaraan, baik itu nomor mesin, rangka, model, cat, dan lainnya. Serta, kendaraan tersebut layak melaju di jalan, karena sudah memenuhi standar yang ditentukan.
Kepolisian sebenarnya mengaku sadar, jika para pecinta otomotif gemar menuangkan kreativitas mereka dalam bentuk modifikasi. Terlebih, kendaraan keluaran pabrikan tentu sama modelnya dengan kendaraan-kendaraan lain di jalanan. Namun, semua alasan itu tak bisa menjadi pembenaran, lantaran melanggar hukum.
"Jadi, jangan salahkan petugas, apabila suatu saat nanti, Mitra Humas ditilang atau disita kendaraannya, apabila terbukti dimodifikasi tanpa dilakukan uji tipe terlebih dahulu," ujar Mabes Polri.
Berikut bunyi Pasal 277 Undang-Undang No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan:
"Setiap orang yang memasukkan Kendaraan Bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan, ke dalam wilayah Republik Indonesia, membuat, merakit, atau memodifikasi Kendaraan Bermotor, yang menyebabkan perubahan tipe, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan khusus yang dioperasikan di dalam negeri, yang tidak memenuhi kewajiban uji tipe, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp24.000.000."
Berikut ketentuan modifikasi yang terdapat pada pasal 52 UU Nomor 9 tahun 2009:
1. Modifikasi Kendaraan Bermotor, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1), dapat berupa modifikasi dimensi, mesin dan kemampuan daya angkut.
2. Modifikasi Kendaraan Bermotor, sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak boleh membahayakan keselamatan berlalu lintas, mengganggu arus lalu lintas serta merusak lapis perkerasan/daya dukung jalan yang dilalui.
3. Setiap Kendaraan Bermotor yang dimodifikasi, sehingga mengubah persyaratan konstruksi dan material, wajib dilakukan uji tipe ulang.
4. Bagi Kendaraan Bermotor yang telah diuji tipe ulang, sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus dilakukan registrasi dan identifikasi ulang.
0 komentar